Posisi letak Bagansiapi-api yang strategis karenanya dapat dicapai dari segala arah sebagai bagian dari Propinsi Riau – Sumatera, sebelah utara dibatasi Selat Malaka dan Singapura, sebelah selatan Propinsi Jambi, sebelah barat Propinsi Sumatera Barat dan Sumatera Utara, dan sebelah timur oleh laut Tiongkok Selatan. Kebanyakan orang Indonesia Tionghoa tinggal di kota Bagansiapi-api, sedangkan sebagian lainnya orang Melayu, Padang, Tapanuli dan lain-lain tinggal di pinggiran Kota Bagansiapi-api.
Dari Kota Pekanbaru menggunakan jalur darat ke Bagansiapi-api diperlukan waktu 5 jam sampai 6 jam, sedangkan dari arah Kota Dumai dan Duri menuju Bagansiapi-api melalui jalur darat diperlukan waktu 2 jam atau 3 jam, bila dari Pelabuhan Bagansiapi-api ke Singapura atau Malaysia yaitu Malaka dan Kuala Lumpur menggunakan jalur laut kurang lebih 3 jam sampai 4 jam.
MULTI ETNIS PENDUDUK BAGANSIAPI-API

Orang Indonesia Tionghoa merupakan penghuni terbesar di Kota Bagansiapi-api, namun demikian masih banyak kelompok etnis lainnya yang tinggal berdekatan dengan mereka seperti orang Padang (Minangkabau), orang Tapanuli (Batak), orang Jawa dan lain-lain. Walau begitu, kehidupan rukun antar etnis dalam bingkai Negara Kesatuan RI berjalan dengan penyelarasan terus menerus antar penduduk warga yang berbeda asal suku, adat, agama dan kedaerahan serta budaya masing-masing terpelihara dengan baik. Bahasa pergaulannya yang utama adalah bahasa Hokkian, sedangkan bahasa Melayu merupakan variasi rumpun bahasa Melayu yang terdiri dari dua dialek, yaitu dialek yang digunakan wilayah kepulauan dan pesisir pantai, sementara dialek lainnya digunakan di daerah Sumatera. Perlu dicatat bahwa orang Melayu Riau tidak hanya tinggal di dataran Pantai Timur dan Pulau-pulau Riau, tetapi juga di Semenanjung Malaka dan Kalimantan Barat. Itulah sebabnya bahasa Melayu Riau menjadi bahasa perantaraan yang kemudian menjadi bahasa kebangsaan Indonesia.
Adapun orang Tionghoa di Bagansiapi-api yang 60 % orang Tionghoa Peranakan Indonesia, dan yang 10 % orang Tionghoa Totok (Singkek) ; Mayoritas orang Indonesia Tionghoa Bagansiapi-api memiliki mata pencaharian utama sebagai nelayan, ada yang menjadi petani dan pedagang ; sedangkan kelompok etnis lainnya sebagai petani. Mayoritas orang Indonesia Tionghoa Bagansiapi-api menjadi nelayan disebabkan latar belakang sejarah kehadiran mereka yang berasal dari Tionghoa Selatan, wilayah provinsi Fujian (Hokkian) bermukim di Bagansiapi-api sejak abad ke 18, dan secara kebetulan keahlian Nelayan mereka sangat cocok dengan kondisi alam Riau tak lepas dari kehidupan melaut, hal ini sesuai dengan kehidupan mereka akrab dengan laut. Sedangkan pertanian sangat terbatas karena tanahnya yang asam sangat sulit di olah untuk keperluan budidaya sektor pertanian, ditambah dengan kondisi teknik pertanian yang tidak efisien dan tertinggal.
POSISI NELAYAN MENGALAMI KEMUNDURAN
Hidup Peranakan Indonesia Tionghoa Bagansiapi-api dari pekerjaan sebagai nelayan bukanlah pekerjaan yang ringan, karena kebanyakan mereka harus hidup berbulan-bulan melaut atau hidup di atas jelmar yaitu tempat penangkapan ikan yang terletak beberapa kilometer dari pantai atau laut, yang luar biasa jelmar nelayan Bagansiapi-api dibuat dari kayu bakau yang tahan air laut bukan dari besi seperti saat ini.
Pada pertengahan abad 18 dan awal abad 19 di Selat Malaka dan sungai Rokan banyak sekali ikannya, pada zaman itu orang Indonesia Tionghoa menggunakan cara penangkapan ikannya masih sederhana, kurang jauh dari laut dan kurang dalam menjatuhkan/memasang jalanya. Penangkapan ikan menjadi mata pencaharian pokok di Bagansiapi-api. Mereka secara swadaya dan mandiri menyiapkan kapal, layar, jala dan benang serta penerangan di laut tanpa bantuan Pemerintah atau jawatan perikanan laut pada masa itu.
Hasil ikan dari penangkapan nelayan Indonesia Tionghoa Bagansiapi-api menjadi penangkapan ikan yang terbesar seluruh Indonesia dan bahkan nomor dua di dunia. Namun dari waktu ke waktu hasil perikanan semakin merosot, sekalipun laut Indonesia banyak ikannya, tetapi hasil tiap tahun semakin turun berhubung dengan alat penangkapan ikan telah kalah kompetitif, kecakapan dan keahlian nelayan pun tertinggal oleh arus globalisasi menjadi faktor pendukung kekalahan kompetisi dan terakhir pencurian ikan semakin marak oleh Negara Tetangga atau Mancanegara lainnya. Boleh dikategorikan posisi nelayan Bagansiapi-api semakin tertinggal, terisolasi dan kalah dengan kelompok pemodal mancanegara. Sekalipun usaha penangkapan ikan telah dijalankan secara turun temurun, ternyata sebagian besar nelayan telah terpinggirkan arus modernisasi perikanan, bahkan posisi miskin telah menempatkan mereka tidak berdaya. Namun pada masa itu tanah Jawa masih mendatangkan ikan kering, ikan asin dan terasi dari Bagansiapi-api.

Peta situasi dan kondisi Kota Bagansiapi-api harus ditempuh melalui jalur laut atau sungai dengan menggunakan perahu kecil atau kapal tongkang atau kapal penumpang ke pelabuhan Bagansiapi-api, di masa itu belum dibuka jalur darat, yang ada pada masa itu jalur laut dan sungai sebagai alur yang dapat keluar dan masuk dari Kota Bagansiapi-api, setiap kapal atau perahu sangat hiruk pikuk berlabuh dan melalui Pelabuhan Bagan untuk bongkar muat barang-barang impor dan ekspor.
Di sepanjang pesisir dan jalan-jalan umum Bagansiapi-api dibangun rumah di atas panggung sebagai ciri khas, untuk menghindari aliran banjir air laut dan sungai maka rumah dan bangunan yang berada di dalam kota atau di tepi sungai atau pinggir laut setiap rumah dan bangunan dibangun di atas tiang yang lebih tinggi. Di daerah-daerah sungai sepanjang sungai Siak dan Rokan juga dibangun rumah rakit atau rumah di atas rakit. Selain sebagai rumah tinggal, rumah panggung dan rumah rakit juga berfungsi sebagai warung.
PEMBUAT KAPAL KAYU TERBAIK DENGAN PELABUHAN TERSIBUK DI ASIA DAN DUNIA
Untuk kepentingan perniagaan dan lalu lintas kepulauan Bagansiapi-api dan sekitarnya menggunakan perahu atau kapal penumpang atau tongkang yang dibuat dari kayu oleh galangan kapal kayu milik pengusaha Indonesia Tionghoa Bagansiapi-api telah terkenal pembuat kapal kayu tongkang atau kapal penumpang atau kapal Ikan bagi usaha perikanan tangkap dan perahu dengan berbagai ukuran, dimulai dari ukuran 100 ton sampai dengan ukuran 1500 ton yang pada umumnya pemesan dan pembeli baik warga Negara Indonesia maupun luar negeri. Sejarah kepeloporan nelayan dan pembuat kapal kayu Indonesia Tionghoa Bagansiapi-api mempunyai catatan sejarah panjang ; yang pada awalnya tatanan sederhana pembuat perahu, penangkap ikan dan penghuni Pulau Bagansiapi-api yang terpencil, memulai hidupnya dengan tatanan pra kapitalis, sederhana dalam struktur dan dengan kultur pembuatan kapal turun temurun mereka mampu menciptakan Pelabuhan Bagansiapi-api menjadi serbuan pelayaran kapal-kapal Internasional dan menjadi pusat perdagangan ekspor dan impor serta pusat Industri Perikanan Kedua di dunia.
Pada abad 18 dan awal abad 19 Pelabuhan Bagansiapi-api terbuka bagi lalu lintas pelayaran kapal-kapal Nasional dan Internasional sehingga menjadi tempat persinggahan, bongkar muat, ekspor impor dan menjadi jalur pelayaran perdagangan Internasional telah menjadikan Pelabuhan Bagansiapi-api sebagai kawasan yang tersibuk di asia dan dunia, lalu lintas kapal sangat ramai dan penuh hiruk pikuk di laut Selat Malaka, sepanjang sungai Rokan dan Siak, kapal-kapal tersebut diselenggarakan oleh maskapai Belanda dan Indonesia Tionghoa. Sepanjang waktu secara simultan kapal-kapal berlabuh di Pelabuhan Bagansiapi-api, untuk lalu lintas di laut peran pelabuhan-pelabuhan itu penting. Di Indonesia ada pelabuhan buatan yang bagus seperti Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Belawan. Dan ada Pelabuhan-pelabuhan Alam yang indah seperti Sabang, Cilacap, Makasar dan Dumai. Teluk bayur termasuk pelabuhan alam yang diperlengkapi. Pada pelabuhan-pelabuhan yang lain kapal-kapal berlabuh jauh dari pangkalan misalnya Pelabuhan Semarang, Tegal, Cirebon, Menado dan Buleleng.

PELABUHAN TERBESAR YANG TERTINGGAL AKIBAT MODERNISASI
Perkembangan Bagansiapi-api sebelum Perang Dunia II dikenal sebagai Pelabuhan Nelayan terbesar di seluruh Indonesia, Asia dan terbesar kedua di dunia setelah Kota Bergen di Norwegia. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa penduduk Bagansiapi-api mayoritas adalah orang Indonesia Tionghoa dan peranakan. Mereka hidup menetap dan terisolasi semenjak ratusan tahun. Banyak tidak mengingat lagi sudah berapa generasi yang menetap di Bagansiapi-api selama beberapa keturunan. Bahasa Hokkian yang digunakan juga sudah ketinggalan dan tidak berkembang seperti Hokkian yang digunakan di Propinsi Hokkian (Fujian) Tiongkok. Leluhur mereka yang datang dan menetap di Bagansiapi-api telah berhasil membangun Kota Bagansiapi-api sebagai kota mandiri yang dibanggakan di masa kolonial oleh Penjajah Belanda sebagai Kota Industri Perikanan Internasional terbesar kedua di dunia.
Setelah kemerdekaan dan menjelang berakhirnya orde lama dalam kurun waktu relatif singkat kejayaan Pelabuhan Bagansiapi-api sudah mulai mengalami proses kemunduran sebagai Kota Perikanan. Pelabuhannya menjadi Ikon Dunia Perikanan Internasional karena berada di sebelah Utara dibatasi Selat Malaka dan sebelah Timur dibatasi Laut Tiongkok Selatan; Masa kejayaan berakhir sejak tahun 1970-an yang diakibatkan oleh sungai mulai dangkal dan kering serta saat ini sebagian besar sungai telah menjadi daratan, saat ini dapat diketahui kapal-kapal pantai atau kapal-kapal tongkang lewat pada saat air pasang naikpun sudah tidak dapat merapat atau berlabuh, kapal-kapal pun mesti dipandu, sebabnya lokasi pelabuhan di Muara sungai itu mengalami pendangkalan sehingga kapal sulit merapat.

PEDANGKALAN PELABUHAN DAN BERAKHIRNYA KEJAYAAN PELABUHAN BAGANSIAPI-API DARI PETA DUNIA
Setelah berjalan waktu, secara pelan-pelan Kota Nelayan dan Pelabuhan Perikanan terbesar kedua di dunia ini mulai mundur dan redup kejayaannya sebagai Kota Industri Perikanan Internasional. Pelabuhannya perlahan-lahan tapi pasti semakin dangkal ; kapal-kapal laut, kapal tongkang maupun kapal pantai kecil yang di masa kecil Penulis ramai berlayar dan berlabuh di Pelabuhan sulit merapat atau berlabuh, harus menunggu air pasang baru bisa menurunkan muatan atau mengambil muatan ; Setelah tahun 1977 Penulis tinggalkan Kota Pelabuhan tersebut sudah terlihat kapal pantai semakin sulit dan tidak dapat merapat ke Pelabuhan Bagansiapi-api. Kapal-kapal tersebut harus menunggu di luar Pelabuhan dan tidak bisa memasukkan muatan atau mengambil muatan, yang hanya bisa dilakukan dengan perahu kecil sebagai sarana bongkar muat di luar Pelabuhan.

Peranan dan perhatian Pemerintah Daerah pada masa itu kurang terasa ada, kalaupun ada relatif terbatas ; Departemen Perikanan atau Perhubungan masing-masing kurang memberi kontribusi dan fasilitas untuk memulihkan perdangkalan Pelabuhan Bagansiapi-api. Fakta yang kita saksikan Pelabuhan Bagansiapi-api dibiarkan terlantar dan tenggelam serta hilang dari peta Pelabuhan Nelayan dan Perikanan terbesar kedua di dunia ; saat ini Pelabuhan Bagansiapi-api dibiarkan dangkal dan tambah lama menjadi dataran rendah yang perahu kecil pun sulit merapat. Kota Pelabuhan Bagansiapi-api yang terkenal dengan penghasil ikan terubuk dan setelah itu terkenal dengan Kota Belacan atau penghasil produksi terasi terbaik di Indonesia telah tinggal sebuah nama, bahkan produksi ikan asinnya juga semakin merosot, terjadi penurunan tingkat produksi ikan segar, ikan asin, belacan dan hasil laut lainnya merupakan refleksi bagaimana perubahan lingkungan alam seperti hutan bakau di sepanjang sungai mempercepat bertambah luasnya dataran karena akar-akarnya menahan lumpur, tertimbun dan menjadikan Pelabuhan Bagansiapi-api sebuah Pulau Baru ; Di samping itu juga terjadi perubahan lingkungan eksternal seperti kurangnya bimbingan dan perhatian instansi perikanan dan perhubungan memberi dampak negatif terhadap Pelabuhan Bagansiapi-api sebagai Kota Industri Perikanan Internasional kedua di dunia menjadi hancur tanpa bekas, tetapi mencatat sebuah nama besar dalam buku besar sejarah dunia.
PENGEKSPOR IKAN ASIN MENJADI PENGIMPOR IKAN ASIN

PEMAIN PERIKANAN INTERNASIONAL MENJADI PEMAIN PERIKANAN LOKAL

Sekarang ini nelayan kecil Bagansiapi-api yang terpinggirkan akibat kalah bersaing dengan teknologi dan jebakan globalisasi terpaksa bertahan dengan menggunakan alat tangkap sederhana secara individual. Mereka terpaksa memakai perahu layar sederhana, wilayah tangkapnya pun dekat pantai dan motif produksinya pun sekedar memenuhi kebutuhan dasar minimum hidup sehari-hari. Tangkapan yang dipasarkan jumlahnya tidak besar. Ini telah menjadi tragedi yang bertentangan dengan citra nelayan Bagansiapi-api di masa lalu yang dikenal mampu merantau ke laut lepas di beberapa wilayah operasinya sampai kebeberapa Negara Asean hingga Australia untuk menangkap ikan. Sekarang volume tangkapan ikan dari pemain perikanan Internasional menjadi sekedar untuk konsumsi di tingkat Kabupaten atau Kecamatan saja.
HANCURNYA PEREKONOMIAN NELAYAN DAN KERUGIAN NEGARA

Dengan mundur dan tertinggalnya Bagansiapi-api sebagai Kota Pelabuhan dan Nelayan teramai di Selat Malaka dan terbesar di Indonesia serta terbesar kedua di dunia sebagai Kota Industri Perikanan Internasional Kedua setelah Belgia, membawa konsekwensi terhadap perekonomian tingkat Propinsi maupun tingkat Nasional saat ini musti menyediakan devisa untuk import ikan asin dari Bangkok atau Negara lainnya ; dan rakyat sebagai konsumen ikan asin harus membayar lebih mahal untuk ikan asinnya ;

PENUTUP

Dengan letak geografis Kabupaten Rohil yang berada di kawasan Pesisir, tepatnya di jalur pelayaran dan perdagangan internasional yang paling ramai dimasa silam telah menjadi sebuah legenda ; Pertumbuhan ekonomi pada hampir seluruh wilayah Kabupaten Rohil dan daerah-daerah lain di Propinsi Riau menjadi mundur. Saat ini Pemerintahan Rohil telah melakukan pembangunan pelabuhan baru dan merupakan bagian grand design pengembangan pelabuhan yang menghubungkan Rute Bagansiapi-api ke Malaka-Malaysia. Diharapkan pelbuhan baru ini dapat mendorong potensi Rohil dan memberi dampak positif kemajuan bagi masyarakat dan kota Bagansiapi-api.
Jakarta, 18 Januari 2011.
sumber : baganintheworld.com
Artikel Terkait:
Bagansiapiapi
- HUT Liu Gui Tang / Yayasan Marga Sad Eka Bagansiapiapi ke-91 dihadiri oleh Bupati H.Annas Maamun
- Ritual bakar tongkang di Bagansiapiapi dan Tanjung Balai Asahan
- Surat dari Bagan Si Api api ke Soekaradja ( 3-8-1928 )
- Hong Xiang Yi (洪祥瑜 )Master Fengshui No.1 Kelahiran Bagansiapiapi
- Sekilas Hua Shan Bagansiapiapi
- Alumni wahidin angkatan 1993 pulang kampong ikut merayakan capgome, Bupati Annas bangga
- 鐵齒 - 受邀參加(峇眼亞比 永福宮紀府晚會)
- Mengulas tuntas Sejarah Tan Teck Hui yang terkenal di Perak dan Bagansiapiapi tahun 1940an
- Imlek Bagansiapiapi 2011
- Bagansiapiapi Tempo Dulu
- PERUBAHAN SOSIAL DI KOTA BAGANSIAPIAPI
- Ritual Bakar Tongkang atau Go Gwe Cap Lak
- Sejarah Pendidikan di Bagansiapiapi 1912 - 1953
- Bakar Tongkang Bagansiapi api ( Go Ge Cap Lak ), ( 峇眼亞比 ), 印尼 27 june 2010
- 海外的第二金同廈故鄉─印民蘇島峇眼亞比埠百年滄桑
0 komentar:
Posting Komentar