Home

Selasa, 18 Januari 2011

Kisah Meminjam Anak panah (Zhuge Liang)




Pada abad ketiga Masehi, Tiongkok terbagi menjadi tiga negara (San Guo atau Samkok) yang selalu dirundung peperangan, yakni negara Wei di sebelah Utara, negara Shu di sebelah Barat Daya, dan negara Wu di sebelah Selatan.

Pada suatu waktu, negara Wei mengerahkan tentaranya untuk melakukan serangan ke negara Wu di sungai Yangtze. Pasukan Wei segera maju ke daerah yang lokasinya sangat berdekatan dengan negara Wu, kemudian mereka berhenti disana, mendirikan perkemahan dan menunggu kesempatan yang tepat untuk melakukan serangan ke negara Wu. Jika mereka memperoleh kemenangan, rencana selanjutnya adalah menaklukkan negara Shu.

Semenjak tentara negara Wei menjadi sangat kuat dengan memiliki tentara dan senjata dalam jumlah besar, negara Shu dan Wu memutuskan untuk bersatu guna menahan serangan dari negara Wei. Zhuge Liang, penasihat kemiliteran untuk negara Shu, menuju ke negara Wu untuk menyusun strategi militer bersama dengan Zhou Yu, Jenderal negara Wu, untuk bersatu berperang melawan musuh.

Bagaimanapun juga, Zhou Yu sangat cemburu pada ketrampilan Zhuge Liang. Ketika Zhou dan Zhuge sedang mendiskusikan tentang rencana strategi, Zhou bertanya, “Senjata militer apakah yang akan kita gunakan ketika ber-tempur melawan pasukan Cao Cao di sungai?” Zhuge menjawab, “Busur dan anak panah adalah senjata yang terbaik.”

Zhou berkata, “Baiklah, saya akan mempertimbangkan pendapat Anda, tetapi kita hanya memiliki sedikit persediaan anak panah. Apakah saya dapat mempercayai Anda untuk membuat seratus ribu buah anak panah? Ini adalah pekerjaan yang benar-benar mendesak. Saya berharap Anda dapat membantu saya dan menerima pekerjaan ini.”

Zhuge menjawab, “Baiklah, saya akan menerima perintah Anda dan melakukannya. Bolehkah saya bertanya kapankah Anda membutuhkan anak-anak panah tersebut?” Zhou mengatakan, “Dapatkah Anda menyelesaikan pekerjaan tersebut dalam sepuluh hari?” Zhuge berkata, “Baiklah, karena pertempuran akan berlangsung sebentar lagi, kita akan mengalami kekalahan apabila kita memerlukan 10 hari untuk membuat anak-anak panah tersebut.” Zhou Yu kemudian bertanya, “Tuan, berapa lamakah waktu yang Anda butuhkan untuk membuat 100.000 anak panah?” Zhuge kemudian menjawab, “Saya hanya membutuhkan waktu tiga hari.”

Zhou sangat tercengang dan mengatakan, “Kita berada tepat pada arah jam sebelas dan tidak boleh mempermainkan satu sama lain.” Zhuge menjawab, “Tidak, saya tidak berani bergurau pada saat kritis seperti ini. Saya bersedia menulis sebuah surat perjanjian: Jika saya tidak mampu membuat 100.000 buah anak panah dalam tiga hari, maka saya bersedia untuk dihukum.”

Zhou sangat bahagia mendengarnya. Dia membuat Zhuge menulis surat perjanjian dan kemudian menghiburnya dengan minuman anggur serta makanan enak. Di meja perjamuan, Zhuge berkata, “Sekarang hari sudah larut malam, oleh sebab tiga hari terhitung mulai besok, kerahkan 500 orang tentara menuju pinggir sungai untuk mengumpulkan anak panah.” Setelah meneguk sedikit cangkir minuman anggur lagi, Zhuge Liang kemudian beranjak pergi.

Sesudah Zhuge Liang menerima tugas tersebut, Dia tidak kelihatan cemas tentang bagaimana cara memenuhi perintah tersebut. Dia mengatakan kepada Lu Su, seorang menteri dari negara Wu yang memiliki sikap bersahabat terhadapnya, bahwa sangatlah mustahil membuat begitu banyak anak panah dalam waktu singkat seperti itu dengan memakai cara yang konvensional (biasa). Maka Zhuge kemudian meminta Lu Su membuatkan 20 buah kapal kecil yang telah siap dan menempatkan 30 orang tentara pada masing-masing kapal tersebut.

Kapal-kapal tersebut ditutupi kain hitam dan dibuatkan orang-orangan dari jerami lalu diletakkannya di setiap sisi kapal. Zhuge kemudian memohon Lu berulang kali agar menyimpan rencana rahasianya. Lu menyiapkan segala hal keperluan yang dibutuhkan Zhuge tanpa mengetahui apa-apa tentang rencana tersebut.

Zhuge Liang mengatakan bahwa dia akan memiliki 100.000 buah anak panah yang akan siap dalam tiga hari, akan tetapi pada hari pertama dia tidak akan membuat anak panah satu pun dan begitu pula pada hari kedua tidak ada satu anak panah apapun. Tepat di hari ketiga dan masih belum ada satu anak panahpun terlihat.

Semua orang mulai khawatir terhadap Zhuge. Jika dia tidak dapat menghasilkan anak-anak panah tersebut, dia akan kehilangan hidupnya. Pada tengah malam di hari kedua, Zhuge mempersilakan Lu naik ke kapal kecil dan kemudian Lu bertanya mengapa dia diundang naik ke atas kapal tersebut.

Zhuge menjawab bahwa dia ingin Lu pergi bersamanya untuk mengumpulkan anak panah. Lu Su seketika menjadi bingung dan bertanya, “Kemana kita akan pergi untuk mendapatnya?” Zhuge kemudian tersenyum dan berkata, “Ketika waktunya tiba, Anda akan mengerti.” Kemudian Zhuge memberikan perintah untuk menghubungkan dua puluh kapal tersebut dengan tali kemudian mulai bergerak maju ke arah kamp tentara Wei.

Malam itu berkabut tebal. Kabut kian menjadi lebih tebal, semakin cepat kapal-kapal tersebut mendekati perairan, seperti apa yang diperintahkan oleh Zhuge Liang. Ketika mereka telah mendekati kamp tentara Wei, Zhuge memberikan perintah agar kapal-kapal tersebut ditempatkan berbaris berhadapan searah horizontal di sepanjang tepi sungai. Tentaranya memukul keras genderang dan berteriak memberi aba-aba.

Lu Su sangat ketakutan setengah mati dan berkata kepada Zhuge, “Kita hanya me-miliki 20 kapal kecil dan sekitar 300 orang tentara. Jika tentara Wei menyerang kita, kita sudah pasti dapat terbunuh.” Tapi Zhuge berkata sambil tersenyum, “Saya bertaruh kalau pasukan tentara Wei tidak akan berani menyerang dengan cuaca berkabut tebal seperti ini. Kita dapat menikmati minuman kita di sini.

Jenderal pasukan Wei, Cao Cao, mendengar suara drum dan sorak-sorai dan memerintahkan pasukan tentaranya agar tidak menyerang karena kondisi kabut yang terlalu tebal membuat kesulitan melihat situasi. Dia malah memerintahkan pasukan pemanahnya agar menembakkan anak panah guna mencegah kedatangan musuh yang terlalu dekat.

Cao Cao memerintahkan lebih dari 10.000 pasukan pemanah untuk menembakkan anak panah ke arah sungai. Dengan segera, orang-orangan jerami di atas kapal dipenuhi dengan anak panah. Zhuge Liang menyuruh kapal untuk berputar balik agar orang-orangan jerami pada sisi kapal yang lain mendapat anak panah dari tentara Wei. Dalam waktu singkat semua orang-orangan jerami tersebut terisi oleh anak panah.

Di saat hari mulai menjelang dinihari, kabut masih terlihat tebal. Zhuge Liang menyuruh pasukan tentaranya berteriak dengan suara sekeras mungkin, “Terima kasih Perdana Menteri Cao karena Anda telah memberi kami begitu banyak anak panah.” Mereka dengan segera berlayar kembali ke pinggir selatan sungai. Sebelum Cao Cao sadar bahwa dia telah diperdaya, arus mendorong kapal Zhuge dan dengan segera mereka telah berlayar pergi lebih dari 10 kilometer, dan sudah terlalu terlambat bagi Cao Cao untuk mengejar mereka.

Ketika kapal tiba di pangkalan Wu, ada 500 tentara Jenderal Zhou Yu menunggu di atas pinggir sungai guna mengumpulkan anak-anak panah tersebut. Jumlah anak panah yang terkumpul berjumlah lebih dari 100.000. Zhou Yu mengatakan dengan desah panjang dan berat, “Zhuge Liang mempunyai pemikiran ke masa depan dan strategi cerdik seperti seorang dewa. Saya bukanlah tandingan baginya.

Lu Su berkata kepada Zhuge Liang, “Tuan, Anda adalah seorang ahli spiritual, bukan seorang manusia! Bagaimana Anda dapat mengetahui bahwa akan ada kabut tebal?”

Zhuge menjawab, “Sebagai seorang jenderal, sudah semestinya mengetahui tentang ilmu astronomi, geografi, ramalan, prinsip yin dan yang, formasi dalam pertempuran, begitu juga susunan strategi tentara, atau di lain hal dia baik tanpa pamrih. Saya tahu tiga hari ke depan bahwa akan ada kabut tebal sehingga itulah alasan mengapa saya berani menyetujui batas waktu tiga hari.” Mendengar ini, Lu Su semakin mengagumi bakat Zhuge Liang

Artikel Terkait:

0 komentar:

Posting Komentar